Headlines News :
Home » » PILIH SELINGKUH ATAU POLIGAMI ?

PILIH SELINGKUH ATAU POLIGAMI ?

Written By Unknown on Thursday, February 26, 2015 | 3:22 PM



PILIH CERAI, SELINGKUH ATAU POLIGAMI ?

Oleh:  DR. H. AW Evendi Anwar, M.Ag
Dosen Pascasarjana Unsuri & Penyuluh Ahli Madya Sidoarjo

Fenomena "selingkuh" akhir-akhir ini semakin marak selaras dengan kasus heboh perselingkuhan antara YZ dengan ME. Namun isu perselingkuhan itu meredup ketika Aa' Gym berpoligami, bahkan poligami sempat menggemparkan istana kepresidenan karena banyaknya SMS yang masuk ke HP Presiden, sehingga Presiden meminta aturan poligami yang selama ini hanya untuk PNS dan anggota TNI/ Polri diperluas cakupannya. Karena itu PP no 10/1983 yang mengatur poligami, yang telah direvisi menjadi PP No 45/1990 diminta untuk kembali direvisi. Permintaan itu disampaikan kepada menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, dalam pertemuan di kantor Presiden, Selasa (5/12). Pro kontra pun muncul, yang sempat menghiasi berbagai media massa di Republik ini, baik cetak maupun elektronik. Bahkan seakan poligami lebih tabu dibandingkan dengan selingkuh.
Namun, bagaimanakah "perselingkuhan" dan "poligami" itu dalam perspektif Islam? Tulisan ini  diharapkan menjadi perimbangan terhadap maraknya isu fenomena perselingkuhan dan minornya tanggapan masyarakat terhadap poligami.

Pandangan Islam tentang "Selingkuh"
Kata "selingkuh" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan "tidak terus terang, tidak jujur, suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, curang, serong" (Tim PN. Balai Pustaka: 1997). Dengan pengertian itu, kata "selingkuh" berarti segala sesuatu yang dilakukan seseorang atau lebih dengan sembunyi-sembunyi untuk kepentingan sendiri, tidak terus terang, curang dan takut diketahui orang. Dari pengertian itu, cakupan "selingkuh" sangat luas, bukan hanya selingkuh susila yang terjadi pada dunia kebutuhan seks, tetapi juga dapat terjadi di dunia kerja, bisnis, maupun politik. Apalagi kecenderungan masyarakat sekarang lebih bersifat materialistis fragmatis, lebih senang mengumpulkan property pribadi dengan menghalalkan segala cara.
Berkaitan dengan selingkuh susila atau perbuatan asusila, orang  berselingkuh dapat terjadi karena beberapa sebab kemungkinan. Mungkin karena  sekedar iseng untuk mencari vareasi seks, karena bosan makan sayur lodeh sekali-kali cari sayur asem atau sayur lain sehingga kebablasan menjadi kebiasaan suka jajan walaupun di rumah ada yang halal dan dijamin keamanannya dunia akhirat. Mungkin juga karena  jenuh dengan permainan seks yang kering atau mungkin karena tidak puas atau terpuaskan oleh pasangan sahnya sehingga mencari kepuasan sendiri di luar jalan yang benar (berselingkuh). Mungkin pula hanya sekedar mencari sensasi, popularitas, promosi karier, mencari tambahan materi, atau kedudukan tertentu sehingga terpaksa atau suka sama suka melacurkan diri dalam perselingkuhan. Atau, bahkan mungkin karena kebutuhan biologis sama sekali tidak dapat tersalurkan pada pasangan sahnya karena mungkin pasangannya itu disfungsi ereksi atau berhalangan tetap untuk layanan kebutuhan biologis, namun mereka masih menginginkan keutuhan rumah tangganya, sehingga mencari penyalurannya pada orang lain--sopir pribadinya, rekan kerja, pelacur, TTM atau lainnya--walaupun jalannya salah.
Fenomena di atas seakan  seperti  sesuatu yang wajar dan bukan sesuatu yang tabu lagi sehingga ketika pelaku selingkuh diwawancarai wartawan  nampak tanpa beban. Sebagai contoh, ME  malah road show dari stasiun TV satu ke stasiun lain, dari media satu ke media lain dengan tertawa.  Bahkan pelaku selingkuh yang berinisial SH dengan mantan narapidana TM begitu tanpa beban mencari status anak selingkuhannya agar TM mengakui itu anak kandungnya, padahal ketikan anak itu lahir status SH masih menjadi istri sah SJ. Dan masih banyak contoh lain. Pertanda apakah semua itu?  Padahal zina adalah zina, apa pun alasannya Allah tetap melaknat pelakunya. Jangankan berzina dekat saja Allah melarangnya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Isra': 32, yaitu:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk"

Bahkan Allah menempatkan perbuatan zina sebagai salah satu perbuatan dosa besar, dan Nabi Muhammad SAW memasukannya dalam jinayat atau tindak pidanan dengan hukuman yang berat, bagi yang bersuami atau beristri hukumannya adalah rajam (dikubur sebesar pusat dan dilempari batu sebesar ibu jari sampai meninggal. Dan, bagi bujangan dicambuk seratus kali dan diasingkan satu tahun (QS. An-Nur: 2). Semua itu tujuannya bukan untuk menyengsarakan manusia tetapi membimbing manusia agar  manusia memelihara fitrah kesuciannya dan kesucian keturunannya.
Namun, ketika manusia berusaha melanggarnya, vareasi hukuman pun siap menanti. Di antaranya, bila dia politikus mungkin kariernya akan runtuh, bila dia seorang hartawan mungkin hartanya akan habis, bila dia seorang yang cantik tubuhnya mungkin menjadi layu, dan banyak kemungkinan yang lain. Bahkan, bila hamil status anaknya menjadi tidak jelas dan tidak punya wali nikah nasab. Belum lagi dengan ancaman penyakit menular seks (PMS), berdasarkan estimasi ahli kesehatan  satu di antara empat puluh pelaku zina atau jajan dapat terancam tertular  virus HIV/ AIDS. Bila pezina itu telah terkena virus HIV/ AIDS, petaka bukan hanya menimpa dirinya saja tetapi juga akan menimpa pasangan dan anaknya, karena virus HIV/ AIDS sangat halus dan samar penampakannya. Itu semua baru hukuman Allah di dunia belum hukuman di akhirat. Di mana dijelaskan dalam beberapa keterangan bahwa hukuman pezina akan dibakar api dan ditusuk kelaminnya dengan besi neraka, panas api neraka jahannam sembilan puluh sembilan kali dari panas api di dunia (HR. Muttafaq Alaih).

Pandangan Islam tentang "Poligami"
            Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata "Poligami" berarti "seseorang yang mengambil pasangan lawan jenis lebih dari seorang". Sementara itu di dalam al-Qur'an Surah al-Nisa' ayat 3  Allah SWT berfirman:
"NIkahi lah oleh kalian wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kalian khawatir tidak akan dapat berbuat adil, maka nikah lah satu saja (QS. 4: 3).

            Berkenaan dengan ayat di atas, ada beberapa hal yang perlu dipahami. Pertama, ayat itu diturunkan kepada Nabi SAW pada tahun kedelapan hijrah, yaitu untuk membatasi jumlah istri maksimal empat saja. sebelum ayat itu diturunkan jumlah istri yang dikoleksi bangsa Arab sampai belasan orang. Ayat itu juga memerintahkan bagi seorang suami yang berpoligami berlaku adil di antara istri-istrinya. Namun demikian ayat itu lebih menganjurkan satu istri jika memang ada kekhawatiran tidak dapat berlaku adil. Kedua, perlu digarisbawahi bahwa keadilan bukan lah syarat kebolehan untuk berpoligami. Hukum ini wajib bagi seorang suami yang berpoligami, di samping merupakan dorongan untuk membatasi jumlah istri pada satu istri saja. syarat itu harus dipenuhi sebelum peebuatan yang dipersyaratkan itu dikerjakan. Realitas syarat semacam itu tentu tidak tepat jika dikaitkan dengan sifat adil suami yang ingin berpoligami. Karena perlakuan dan rasa adil itu baru dapat dilakukan setelah pernikahan? Ketiga, pengertian adil dalam ayat di atas berbentuk umum, yaitu mencakup setiap bentuk keadilan. Akan tetapi kata yang bersifat umum itu kemudian diperlakukan secara khusus (ditakhsis), bahwa keadlian itu dalam batas-batas kemampuan manusia sebagaimana keterangan dalam ayat yang lain di atas:
 "Kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kalian sangat ingin berbuat adil. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung"  (QS. 4: 129).

Atas dasar itu lah, keadilan yang diwajibkan atas seorang suami adalah bersikap seimbang di antara para istrinya sesuai dengan kemampuannya, yaitu dalam hal bermalam atau memberi makan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain; bukan dalam masalah cinta dan kasih sayang yang memang berada di luar kemampuan manusia serta bersifat subyektif dan relatif.
Sementara itu, realitas praktik poligami sering memicu berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga. Hal itu sama sekali tidak dapat dijadikan alasan kontra poligami, karena realitas praktek poligami tidak dijalankan sesuai dengan syariat Islam. Solusinya bukan lah anti-poligami tetapi meluruskan kesalahan pelaku poligami. Lagi pula, jika disurvey kekerasan dalam rumah tangga justru lebih banyak dalam perkawinan monogami. Sebabnya sama yaitu rumah tangga tidak dijalankan sesuai dengan UU yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya.
Alasan lainnya, bahwa wanita menjadi sakit hati karena tertekan Karena suaminya menikah lagi, juga dapat diperdebatkan. Pertama, hal itu sering karena yang diperhatikan istri yang lain sehingga yang lain merasa tidak terlindungi. Kedua, perasaan tersebut hanya akan muncul akibat anggapan bahwa poligami sebagai sesuatu yang buruk. Sebaliknya, jika istri menganggap bahwa poligami itu sebagai sesuatu yang yang baik, maka  perasaan sakit hati dan tertekan tidak akan terjadi. Bahkan jika istri memahami poligami sebagai tindakan mulia, mungkin istri akan sukarela mencarikan istri lagi untuk suaminya, sebagai contoh istri KH. Makhfudz Pacet.
Dengan demikian Islam tidak menjadikan poligami sebagai sebuah kewajiban atau hal yang disunahkan, tetapi hanya menjadikan sebagai sesuatu yang mubah, yaitu boleh jika dipandang perlu. Bahkan tidak seorang Sahabat pun yang menentang kebolehan poligami. Karena poligami merupakan hukum syari'ah yang tercantum dalam al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW, sehingga secara jelas penentangnya pun orang yang menentang hukum Allah SWT.

Pilih, Selingkuh atau Poligami?
            Hakikat hidup dan kehidupan manusia adalah, bahwa setiap manusia mempunyai hak reproduksi. Dan, hak reproduksi itu berlaku bagi siapa pun tanpa kecuali. Namun pada realitasnya, jumlah penduduk bumi antara laki-laki dan perempuan, lebih banyak perempuan. Sementara itu, tidak semua laki-laki dapat berkompeten menjadi suami yang baik, bahkan tidak sedikit laki-laki yang jeles kualitasnya. Jika tuntutannya adalah satu laki-laki dengan satu perempuan, maka siapa yang memberi hak reproduksi bagi perempuan sisanya. Tentu akibatnya semakin banyak wanita jalang atau wanita yang melacurkan diri sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Tentu juga semakin banyak free seks atau kebebasan seks ala Barat, yang semuanya dapat dilakukan atas dasar suka sama suka tanpa ada ikatan yang sah, bahkan banyak di antara orang Barat yang baru berpikir membangun biduk rumah tangga dengan institusi perkawinan yang sah setelah mempunyai satu dua anak.
Atau dengan alasan kesetaraan gender, jika laki-laki boleh poligami, harus juga dong..! dibolehkan bagi wanita poliandri. Jika demikian yang digaungkan oleh Pembesar Negeri ini, maka semakin kacau lah tatanan dunia ini. Padahal jika ada pembesar yang mengambil keputusan yang salah, maka adzab yang Allah berikan semakin pedih. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahzab: 67 – 68, yaitu:
Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar."

Apakah itu yang diharapkan di Republik tercinta ini? Tentu sebagai Negara yang mayoritas penduduknya muslim, jawabannya adalah tidak. Zina tetap zina. Apa pun bentuk perselingkuhan adalah bagian dari perzinaan. Tidak ada satu ayat pun dari al-Qur'an atau potongan Hadits yang melegalkan zina. Dan sudah saatnya seluruh komponen bangsa Indonesia ini berintrospeksi diri dengan banyaknya musibah dan bencana yang menimpa negeri ini, yang semua itu mungkin itu adalah  adzab atau peringatan Allah kepada bangsa Indonesia agar kembali ke jalan-Nya, yang pada kenyataannya perselingkuhan seakan sudah menjadi budaya negeri ini. Maraknya bisnis esek-esek, banyaknya kasus perzinaan yang dilakukan elit politik, bahkan tidak sedikit di antara legislator yang tewas dipelukan pelacur ketika berkencan. Termasuk juga perselingkuhan ekonomi, perselingkuhan hukum dan perselingkuhan politik juga termasuk hal yang menyebabkan Allah murka.
Begitu pula, jikalau kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi, maka pilihannya bukan lah selingkuh atau pun melakukan perzinaan, tetapi tetap membangun komitmen kesetiaan pada pasangannya masing-masing. Namun jika tidak mampu maka keputusannya adalah bukan lah zina, tetapi membangun jalan yang halal melalui pernikahan. Jika dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit antara mempertahankan suami atau istri yang tidak memenuhi kebutuhan biologis dengan selingkuh atau zina. Maka jawaban yang tepat menurut penulis, adalah bercerai kemudian menikah dengan jalan yang halal. Itupun bila bahtera rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena khawatir berbuat dosa. Karena hidup manusia di dunia ini hanya lah sementara, hidup ini bukan untuk seks atau selingkuh, tetapi seks adalah bagian dari hidup dan kehidupan manusia. Dan, Allah memberi hidup manusia hanya lah agar digunakan untuk mengabdi kepada-Nya.

Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

SAMBUTAN

Assalamu ‘alaikum Wr Wb.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, seiring dengan perkembangan jaman yang terus bergulir seperti roda dengan sangat cepat, diperlukan sebuah langkah yang positif dan tepat bagi kegiatan pelayanan di KUA ....

selengkapnya..

PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH

SIMBI

SIMBI
Sistem Informasi Manajeman Bimas Islam

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. KUA SIDOARJO - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template