Headlines News :
Home » » MENAKLUKKAN NAFSU

MENAKLUKKAN NAFSU

Written By Unknown on Friday, February 27, 2015 | 2:50 PM



MENAKLUKKAN NAFSU
Oleh: DR. H. AW Evendi Anwar, M.Ag
Penyuluh Ahli Madya dan Dosen PPS Unsuri Surabaya

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada Nya… Al Maidah (5):35.

            Bermacam-macam jalan yang dapat ditempuh oleh manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada yang melalui jalan sains (ilmu) atau logika, ada yang melalui sentuhan kalbu atau getaran hati, ada yang melalui dzikir. Dan ada pula yang melalui perantaraan musibah yang menimpanya. Demikianlah, Allah memang membuka jalan bagi manusia yang ingin menghampiri Nya.
Jika manusia menempuh beberapa jalan sekaligus untuk menuju kepada Nya, maka hasilnya akan lebih cepat dan berbobot. Ada jalan yang menuju kepada Nya khususnya melalui dzikir. Teori mengenai dzikir ini, dapat direnungkan pada beberapa keterangan ini:

            ”Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu, dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai.” Al A’raaf (7):205.

            ”Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan meneyebut nama Allah), dzikir yang sebanyak-banyaknya.” Al Ahzab (33):41.

            ”Aku selalu menurut sangkaan hambaKu kepadaKu. Dan aku selelu menyertainya ketika ia berdzikir kepadaKu. Dan jika ia ingat kepadaKu di dalam jiwanya, maka Akupun mengingatnya di dalam dzatKu. Dan jika ingat kepadaKu di tempat ramai, Akupun mengingatnya di tempat ramai yang lebih baik daripadanya. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, Akupun akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu sehasta, maka Akupun mendekat kepadanya satu depa. Dan jika ia mendekat kepadaKu dengan berjalan, Akupun akan datang kepadanya  dengan berlari cepat.” Hadits Qudsi.

            Pengalaman menunjukkan, teori yang disebutkan tadi itu hanya dapat dipraktekkan dengan benar oleh orang yang bertaqwa; yaitu orang yang selalu taat mematuhi ”aturan main” Allah. Dan untuk  dapat menjadi orang yang bertaqwa, maka harus bersih; tidak mudah dipermainkan oleh nafsu.
            Jadi jelaslah, fondamen yang diperlukan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui dzikir adalah kemauan dalam menguasi nafsu. Seorang tokoh sufi yang bernama Abu Bakar Ath Thamastani (beliau wafat tahun 951 M) berkata: ”Nikmat yang paling agung adalah keluar dari hawa nafsu, karena hawa nafsu adalah tabir yang paling besar antara seseorang dengan Allah.”

            Seringkali kita mendengar nasehat yang mengatakan kita harus berjuang keras mendisiplinkan diri melawan setiap nafsu buruk yang muncul. Cara ini terbukti tidak efektif. Nasehat lama itu harus dirubah. Bukan lagi berjuang sungguh-sungguh melawan nafsu, melainkan berupaya optimal menggunakan akal dan hati yang bening untuk bertafakkur meraih   keyakinan Ilahiyyah atau kebenaran hakiki.
            Bila hati sudah terisi dengan kayakinan Ilahiyyah ini maka nafsu otomatis menjadi tidak berdaya. Mengapa demikian ? Karena keyakinan Ilahiyyah ini tanpa disadari akan berperan mengendalikan sikap. Misalnya saja bila seseorang memiliki keyakinan bahwan hidup ini adalah semata-mata untuk ibadah. Keyakinan ini otomatis akan mengerem sikap yang berlawanan dengan ibadah karena bukankah sesuatu itu akan menjadi rusak bila  dipergunakan tidak sesuai dengan maksud semula Ia ciptakan.

            ”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Adz Dzaariyaat (51):56.

            Tentunya semakin banyak keyakinan Ilahiyyah yang terbenam di dalam hati, maka semakin sulit orang itu dipengaruhi nafsu buruknya. Apalagi bila janji Allah memberikan surga kepada orang yang mampu menahan diri dari keinginan nafsunya sudah menjadi  pegangan hidupnya, niscaya nafsu semakin tidak berdaya.

            ”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” An-Naazi’aat (79):41.

            Selanjutnya mari kita amalkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu menyebut nama Allah (al-asma ul husna) berulang-uang di dalam hati dengan menghadirkan rasa rendah diri (tawadhu’) yang disertai rasa takut karena merasakan keagungan-Nya. Makin tinggi ketaqwaan seseorang, maka dzikir akan terasa semakin khusyuk. Dzikir ini dapat dilakukan kapan saja  dan di mana saja.
            Dalam melaksanakan dzikir ini, akan banyak dijumpai rintangan dan godaan yang menghadang. Untuk itu diperlukan bekal motivasi yang tinggi. Salah satunya firman  Allah SWT berikut:

            ”Setan telah menguasai hati mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi.” Al-Mujadalah (58):19. 

            Bila melakukan dzikir ini dengan benar, tidak sekedar mengucap di bibir saja, maka akan dirasakan hati menjadi tenteram dan peka, sesuai dengan firman Allah berikut:

            ”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Ar-Ra’d (13):28.

            ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut (asma) Allah gemetarlah hati mereka...” Al-Anfaal (8):2.

            Sebagaimana telah disebutkan, dzikir bukanlah satu-satunya jalan untuk menuju kepadaNya. Kita dapat pula mendekatkan diri kepada Allah melalui perbuatan sehari-hari. Yaitu dengan selalu meniatkan bahwa yang kita lakukan adalah semata-mata hanya karena taat mematuhi aturan main-Nya. Misalnya kita berbuat baik kepada tetangga bukan lantaran ia baik kepada kita, tetapi semata mata karena Allah menyuruh kita untuk berbuat demikian. Kita bersedekah bukan karena kasihan, tetapi semata-mata karena Allah menyuruh kita untuk mengeluarkan sedekah membantu meringankan beban orang yang sedang kesusahan.
            Demikian pula kita hormat kepada mertua bukan karena mereka itu baik terhadap kita, tetapi semata-mata karena Allah menghendaki kita menghormati mereka. Hal ini mestinya dapat kita lakukan, karena bukankah pada waktu kecil dulu kita mampu patuh melaksanakan perintah dan nasihat orang tua ? Mengapa sekarang setelah dewasa kita tidak sanggup patuh pada perintah-perintah Allah?
            Kalau shalat dapat kita kerjakan karena semata-mata taat mematuhi perintah Allah, rasaya mustahil bila kita tidak dapat bersikap demikian pada perbuatan-perbuatan lainnya.
            Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersbda: ”Peliharalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya kamu akan selalu merasakan kehadiran-Nya. Kenalilah Allah waktu kamu senang, niscaya Allah akan mengenalimu waktu kamu dalam kesulitan.” Dan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Rasulullah SAW bersbda:

            ”Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, dan menikahi karena Allah, maka sempurnalah imannya.”

            Jaminan Allah dalam Al Qur’an:

            ”Barangsiapa di antara kamu yang patuh kepada Allah dan RasulNyaa, dan mengerjakan perbuatan baik, niscaya akan Kami berikan pahala dua kali lipat, dan untuk mereka Kami sediakan rizqi yang banyak.” Al-Ahzaab (33):31.

            Kombinasi kedua jalan yang disebutkan tadi telah terbukti sangatlah efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sekaligus menaklukkan hawa nafsu. 


Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

SAMBUTAN

Assalamu ‘alaikum Wr Wb.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, seiring dengan perkembangan jaman yang terus bergulir seperti roda dengan sangat cepat, diperlukan sebuah langkah yang positif dan tepat bagi kegiatan pelayanan di KUA ....

selengkapnya..

PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH

SIMBI

SIMBI
Sistem Informasi Manajeman Bimas Islam

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. KUA SIDOARJO - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template