NIKAH GRATIS
ATAU...?
WUJUDKAN INTEGRITAS KUA MELALUI IMPLEMENTASI PP 48/2014
Oleh: H. Achmad Choirin, S.Ag., M.Pd.I
Kepala KUA Kecamatan Sidoarjo
Raport merah yang diberikan KPK kepada KUA di penghujung tahun 2014, dan
kasus hukum yang menimpa salah satu KUA di Kediri, sepatutnya menjadi pelajaran yang
sangat berharga bagi KUA untuk berbenah
dan memperbaiki diri dalam pelayanan kepada masyarakat. Demikian juga, berbagai
selogan yang terpampang di KUA sudah seharusnya
dibuktikan dengan aksi nyata. Selogan itu antara lain: “Zona integritas”, “
Citra Baru KUA”, “Komitmen Profesionalitas”, juga banner visi, misi dan lainnya,
sudah seharusnya dibuktikan pada semua layanan di KUA. Sehingga tidak ada
alasan lagi untuk melakukan berbagai pungutan yang tidak berkwitansi (pungli).
Oleh karena itu, bagaimana mewujudkan integritas citra baru
KUA melalui implementasi PP. 48/2014.
Dalam PP. 48 tahun 2014 Pasal 6 , ayat (1) dinyatakan bahwa “Setiap warga
negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau
di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah
atau rujuk.” Ayat (2) dinyatakan bahwa “Dalam hal nikah atau rujuk
dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi
dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.” Besaran
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tersebut
per peristiwa nikah atau rujuk sebesar enam watus ribu rupiah
(Rp. 600.000).
Adanya biaya transportasi dan jasa profesi yang cukup besar per-Juli 2014
sebagai realisasi distribusi PNBN dari biaya nikah di luar kantor), gaji
bulanan, tunjangan kinerja (tunkin), uang makan, serta
tunjangan lainnya, akan menjadi momentum yang sangat penting untuk mewujudkan integritas citra diri KUA menjadi
lebih baik. Hal tersebut dapat menjadi alasan utama bagi segenap steakholder
KUA untuk tidak memungut biaya apa pun atau merekayasa pemberian apa pun dari
masyarakat, kecuali yang sudah ditentukan oleh per-Undang-undangan. Jika itu
dimulai sekarang juga, dari diri masing-masing aparatur yang ada di lingkungan Kemenag
khususnya KUA, dan dari paling kecil, kasus yang sempat menimpa KUA di wilayah
Kediri beberapa waktu lalu tidak akan terulang. Juga yang paling penting adalah
keteladanan dari pimpin atau atasan, akan menjadi tonggak penting untuk
menegakkan lima budaya kerja yang digemakan Menteri Agama, Lukman Hakim
Saifuddin.
Namun yang menjadi permasalahan adalah masih banyak masyarakat terutama
catin mengurus nikahnya melalui pihak ketiga. Demikian juga pengurusan
surat-surat lainnya. Solusi yang kami
tawarkan adalah
1.
sosialisasi
secara luas, yang lebih utama KUA harus berani menolak segala pemberian
dari pengguna layanan di KUA.
2.
Gerakan menuju zona integritas KUA bebas pungli
dan gratifikasi harus diikuti oleh semua steakholder KUA, baik dari
seluruh pegawai KUA, masyarakat dan Kementerian Agama.
Namun apabila implermentasi PP 48/ 2014 tersebut belum dilakukan secara
simultan oleh seluruh steakholder KUA dengan melakukan pungutan atau
menerima gratifikasi secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam, maka raport merah
mungkin akan selalui tersemat di KUA, sehingga citra KUA yang notebene-nya
sebagai etalase Kementerian Agama akan terus terpuruk dan KUA tidak akan
dihargai oleh masyarakat.
SAUDARA-SAUDARA PENGHULU DAN
KEPALA KUA, SELAMAT MENGEMBAN AMANAT, SEMOGA ALLAH SWT MELINDUNGI DAN
MEMBERIKAN KESELAMATAN DUNIA AKHIRAT, BUKAN ORANG YANG TERLAKNAT.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !